Jumat, 18 Juli 2008

Tunggakan PSDH/DR Kabupaten Kapuas Hulu

Kontak Rakyat Borneo

Maraknya praktek penyimpangan dana PSDH-DR di Kalbar berawal dari dicabutnya SK Menhut 310/Kpts-II/1999 dengan SK Menhut 084/Kpts-II/2000 tanggal 13 April 2000. SK Menhut 310/Kpts-II/1999 yang dikeluarkan tanggal 7 Mei 1999 sebelumnya mengatur tentang Pemberian Hak Pemungutan Hasil Hutan dalam bentuk HPH 100 Ha kepada masyarakat. Berdasarkan SK Menhut tersebut, beberapa Kabupaten mengeluarkan SK Bupati untuk memberikan Izin Hak Pemungutan Hasil Hutan (IHPHH), dan sejak itu banyak IHPHH dikeluarkan oleh Bupati kepada kelompok-kelompok/koperasi masyarakat. Kebijakan Bupati ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para cukong dan pengusaha besar kehutanan yang menampung hasil kayu masyarakat dengan meminjamkan alat-lat berat (Excavator, Dozer, Loder) sehingga HPH 100 Ha yang harusnya diusahakan selama satu tahun tapi habis dalam waktu satu-dua bulan saja. Hal inilah yang mengakibatkan semakin lajunya kerusakan hutan (deforestry) yang akhirnya mengancam eksistensi sumber daya alam. Berangkat dari fakta lapangan itulah kemudian SK Menhut 310/Kpts-II/1999 dicabut pada tanggal 13 April 2000 dengan dikeluarkannya SK Menhut 084/Kpts-II/2000. Dengan dicabutnya SK Menhut tersebut, maka otomatis SK Bupati yang mengacu pada SK Menhut yang telah dicabut itu juga gugur dengan sendirinya. Akan tetapi faktanya dibeberapa kabupaten masih saja menerbitkan IHPHH dengan SK Bupati yang sebenarnya cacat hukum. Sejak saat itulah iuran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) yang harus dibayar perusahaan/kelompok tani/koperasi pemegang IHPHH kepada Kas Negara, diselewengkan dengan tidak menyetor ke Rekening Menhut, tapi disetor ke Rekening Pemda. Padahal hal itu jelas-jelas melanggar Keppres No 29 Tahun 1990 tentang DR dan Keppres No 30 Tahun 1990 tentang PSDH, serta PP No 51 Tahun 1998.

Kasus Kapuas Hulu
Dalam APBD Kab. Kapuas Hulu TA 2002, pada pos penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang berjumlah Rp 24.143.207.632,- ternyata juga termasuk PSDH sebesar Rp 21.500.000.000,- yang tidak disetor ke Kas Negara, tetapi ditahan dan digunakan oleh Pemda Kapuas Hulu dalam APBD. Padahal dari keseluruhan dana PSDH yang ditahan tersebut melekat hak Pemerintah Pusat 20%, Pemerintah Provinsi 16%, serta Pemerintah Kabupaten lain 32% (PP 104/2000 tentang Dana Perimbangan). Tindakan Pemda Kapuas Hulu tersebut jelas bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya :
1.UU No 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak terutama pasal 4
2.PP No 51/1998 tentang Provisi Sumber Daya Hutan terutama pasal (2) dan (4)
pasal 2;
pasal 4;
3. UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah terutama pasal 6 ayat (1) huruf a dan ayat (5)
ayat 1;
ayat 5;
4. PP 104/2000 tentang Dana Perimbangan terutama pasal 8 dan 9 ayat (1) huruf b;
pasal 8;
pasal 9;
Atas tindakan yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan tersebut, negara berpotensi dirugikan sebesar Rp 14.620.000.000 dengan rincian sebagai berikut:
1.Pemerintah pusat (20%) : Rp 4.300.000.000
2.Pemerintah Provinsi Kalbar (16%): Rp 3.440.000.000
3.Pemerintah Kabupaten lain (32%): Rp 6.880.000.000
Total Kerugian Negara Rp 14.620.000.000

Oleh karena itu, Pemda Kapuas Hulu (Bupati, Kadishut, serta Ketua DPRD) dapat dijerat dengan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama pasal 2 ayat (1) dan pasal 3.
Pasal 2 ayat (1);
Pasal 3;
Selain itu, Pemda Kapuas Hulu (Bupati, Kadishut, serta Ketua DPRD) juga dapat dikenakan Tindak Pidana Umum sesuai dengan pasal 372 KUHP, yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial